SEJARAH FILSAFAT MATEMATIKA
A.
PENGERTIAN
FILSAFAT
Filsafat
adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai
suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu
secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan
segala hubungan.
Ciri-ciri
berfikir filosofi :
1.
Berfikir dengan menggunakan disiplin
berpikir yang tinggi.
2.
Berfikir secara sistematis.
3.
Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4.
Menyeluruh.
Beberapa
ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
a.
Materialisme, yang berpendapat bahwa
kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak
mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi
yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
b.
Idealisme yang berpendapat bahwa
hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi.
Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
c.
Realisme. Aliran ini berpendapat
bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan
abadi.
d.
Pragmatisme merupakan aliran paham
dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi
relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat
filsafat dalam kehidupan adalah :
1.
Sebagai dasar dalam bertindak.
2.
Sebagai dasar dalam mengambil
keputusan.
3.
Untuk mengurangi salah paham dan
konflik.
4.
Untuk bersiap siaga menghadapi
situasi dunia yang selalu berubah.
1.
Filsafat
Pendidikan
Pendidikan
adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan.
2.
Pengantar Filsafat
a. Pengertian Filsafat & Aliran Filsafat
Filsafat secara harfiah berasal kata philo berarti
cinta dan sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi
filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian
dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani,philosophia:
philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom),
jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat
dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno)
mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan
dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat
mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern
(Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi
atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika).
Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan
demikian pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat
berpengaruh dalam aktifitas pendidikan seperti manajemen pendidikan,
perencanaan pendidikan, evaluasi pendidikan, dan lain-lain. Karena ada pengaruh
tersebut, maka dalam makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan
paradigma aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya
manajemen pendidikan.
3.
IDEALISME
a. Pengertian Pokok
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap
bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran
atau yang sejenis dengan i tu.
b. Perkembangan Idealisme
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan
sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk
ajaran yang murni dari Plato. yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah
yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam
benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat
dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sarna sekali. Di
masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua
ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran
serba dua seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat
kerohanian dan kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih
penting daripada kebendaan.
Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada
penganut Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak
memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa
abad ke-18 dan 19 ketika periode Idealisme. Jerman sedang besar sekali
pengaruhnya di Eropa.
c. Tokoh-tokohnya
1.
Plato (477 -347 Sb.M)
2.
B. Spinoza (1632 -1677)
3.
Liebniz (1685 -1753)
4.
Berkeley (1685 -1753)
5.
Immanuel Kant (1724
-1881)
6.
J. Fichte (1762 -1814)
7.
F. Schelling (1755
-1854)
8.
G. Hegel (1770 -1831)
4.
MATERIALISME
a. Pengertian Pokok
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia
ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.
b. Perkembangan Materialisme
Pada abad pertama masehi faham Materialisme tidak mendapat
tanggapan yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing
terhadap faham Materialisme ini. Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan),
Materialisme mendapat tanggapan dan penganut yang penting di Eropa Barat.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di
Barat. Faktir yang menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham
Materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu
pengetahuan alam. Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan
dalildalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada
kenyataankenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari
kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada
abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur
budi masyarakat. Pada masa ini, kritikpun muncul dikalangan ulama-ulama barat
yang menentang Materialisme.
Adapun
kritik yang dilontarkan adalah sebagai berikut :
1. Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan
sendirinya dari khaos (kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang
mengatur bukan lagi kacau balau namanya.
2. Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum
alam. Padahal pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
3. Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada
asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar
alam itu sendiri yaitu Tuhan.
4. Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang
paling mendasar sekalipun.
c. Tokoh-tokohnya
1.
Anaximenes ( 585 -528)
2.
Anaximandros ( 610 -545
SM)
3.
Thales ( 625 -545 SM)
4.
Demokritos (kl.460 -545
SM)
5.
Thomas Hobbes ( 1588
-1679)
6.
Lamettrie (1709 -1715)
7.
Feuerbach (1804 -1877)
8.
H. Spencer (1820 -1903)
9.
Karl Marx (1818 -1883)
5.
DUALISME
a. Pengertian Pokok
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini
terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua
macam hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi.
Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam Contoh yang
paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam
diri manusia.
b. Tokoh-tokohnya
1.
Plato (427 -347 Sb.H)
2.
Aristoteles (384 -322
Sb.H)
3.
Descartes (1596 -1650)
4.
Fechner (1802 -1887)
5.
Arnold Gealinex
6.
Leukippos
7.
Anaxagoras
8.
Hc. Daugall
9.
A. Schopenhauer (1788
-1860)
6.
EMPIRISME
a. Pengertian Pokok
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti
pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang
memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan
dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia.
Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme.
Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio,
sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur.
sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman
sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan
sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa
pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat
dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan.
Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak
bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman
tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di
dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi
tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan,
malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan
menurut penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai
pengadilan yang tertinggi.
b. Tokoh-tokohnya
1.
Francis Bacon (1210
-1292)
2.
Thomas Hobbes ( 1588
-1679)
3.
John Locke ( 1632 -1704)
4.
George Berkeley ( 1665
-1753)
5.
David Hume ( 1711 -1776)
6.
Roger Bacon ( 1214
-1294)
7.
RASIONALISME
a. Pengertian Pokok
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang
berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber
kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII
sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan
adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan
kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat
tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari
ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut
orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber
kebenaran tentang hidup dan dunia.
Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan
lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia
yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika
Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil
(atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala
alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton
sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam
mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin
kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan
dalam kegelapan.
Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan
manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu
pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokohnya
1.
Rene Descartes (1596-1650)
2.
Nicholas Malerbranche
(1638 -1775)
3.
B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4.
G.W.Leibniz (1946-1716)
5.
Christian Wolff (1679
-1754)
6.
Blaise Pascal (1623
-1662 M)
8.
Fenomenalisme
a. Pengertian Pokok
Secara harfiah fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan
kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan
seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi,
serta membuat hukum-hukum dan teori.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan
dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking at things”.
Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala gedung putih adalah
gejala akomodasi, konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung
itu, di tambah aktivitas lain yang perlu supaya gejala itu muncul.
Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat Brentano bahwa subjek dan objek
menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari
Fenomenalisme adalah tesis dari “intensionalisme” yaitu hal yang disebut
konstitusi.
Menurut Intensionalisme (Brentano) manusia menampakkan dirinya
sebagai hal yang transenden, sintesa dari objek dan subjek. Manusia sebagai
entre au monde (mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia
mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat sesuatu hal, saya harus mengkonversikan
mata, mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak
yang baru lahir belum bisa melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke
mulutnya.
b. Tokoh-tokohnya
1.
Edmund Husserl (1859
-1938)
2.
Max Scheler (1874 -1928)
3.
Hartman (1882 -1950)
4.
Martin Heidegger (1889
-1976)
5.
Maurice Merleau-Ponty
(1908 -1961)
6.
Jean Paul Sartre (1905
-1980)
7.
Soren Kierkegaard (1813
-1855)
9.
Intusionalisme
a. Pengertian Pokok
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap
bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada
penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu
pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.
b. Tokoh-tokohnya
1.
Plotinos (205 -270)
2.
Henri Bergson (1859
-1994)
B. SEJARAH POLA BERFIKIR MANUSIA
1. Zaman Batu Purba (4.000.000 – 10.000 SM)
Sisa-sisa budaya manusia yang dapat ditemui dari masa itu adalah
berbagai batu yang jelas dibentuk oleh manusia, kecuali batu mereka juga
menggunakan tulang binatang untuk alat, jelas dari adanya lubang pada tulang
untuk memasukkan tali seperti halnya lubang pada jarum masa kini. Penggunaan
batu sebagai alat berburu dapat ditafsirkan bahwa manusia pada masa itu telah
mampu berpikir untuk dapat membedakan mana batu yang dapat
digunakan untuk alat berburu dan mana yang tidak, mana binatang yang enak
disantap atau diburu dan mana yang tidak. Satu langkah lebih maju dari
membedakan adalah mengamati. Untuk dapat berburu tentulah mereka
mengamati kelakuan dari binatang buruannya itu.
Manusia pada masa itu telah pandai menggunakan alat, hal ini dapat
diartikan mereka telah mampu meningkatkan efisiensi dari alat tubuhnya
sendiri untuk memenuhi hidupnya. Pada zaman itu manusia juga telah dapat
bercocok tanam atau bertani. Tentunya mereka telah mampu untuk memilih
mana pucuk tanaman yang enak dimakan atau buah-buahan yang enak
disantap. Kemampuan bertani berarti pula bahwa mereka telah mampu untuk
membuat desain ataupun membuat rencana. Tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa manusia pada zaman itu telah pandai menulis maupun berhitung.
Oleh karena itu, perkembangan pengetahuan mereka begitu lamban. Zaman ini
disebut zaman pra sejarah.
2. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Koheren (10.000 – 500 SM)
Pada zaman ini telah timbul berbagai kerajaan besar di dunia,
antara lain di negeri Cina, India, Mesir, Babilonia, Athena, dan Yunani. Namun
yang sangat menonjol pengaruhnya dan masih terasa sampai saat ini adalah budaya
yang ditinggalkan oleh orang-orang Babilonia dari daerah Mesopotamia. Mereka
ternyata telah begitu tinggi tingkat berpikirnya. Berikut ini adalah beberapa
cuplikan budaya mereka untuk dapat kita simak bagaimana pola ataupun kemampuan
berpikir mereka itu dalam dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yang pertama adalah dalam bidang perbintangan. Dalam pengamatannya terhadap peredaran bintang-bintang mereka
telah sampai pada kesimpulan bahwa semua benda-benda angkasa itu beredar
menurut garis edarnya masing-masing, dan semuanya terletak pada suatu sabuk
(belt) besar yang melingkar “mengelilingi bumi” yang mereka sebut zodiak.
Peredaran bintang-bintang itu dipergunakan untuk perhitungan waktu. Waktu satu
tahun dihitung dari waktu yang digunakan oleh bintang itu beredar dari suatu
titik sampai ke titik semula. Waktu satu bulan dihitung dengan memperhatikan
peredaran bulan mengelilingi bumi dari suatu posisi sampai kembali ke posisi
semula. Ternyata dalam satu tahun bulan beredar mengelilingi bumi dua belas
kali jadi satu tahun sama dengan dua belas bulan.
Waktu satu hari dihitung dari peredaran matahari ‘mengelilingi
bumi’ dari suatu titik ke titik semula. Dan ternyata dalam waktu satu bulan ada
tiga puluh hari. Jadi satu tahun sama dengan tiga ratus enam puluh hari. Kenyataan-kenyataan
itu membuat orang-orang Babilonia mempunyai sistem perhitungan Matematika
kombinasi antara desimal dan hexadesimal, artinya segala perhitungan didasarkan
atas fraksi atau bagian dari enam puluh. Meskipun demikian mereka pada akhirnya
membuat koreksi berdasarkan perhitungan matematika yang tepat. Mereka
berkesimpulan bahwa satu tahun sama dengan 365,25 hari.
Dari kerajaan Mesir pada masa itu didapatkan sisa-sisa kebudayaan
yang menunjukkan bahwa mereka juga telah pandai tulis baca serta matematika.
Tulisannya didasarkan atas abjad dengan tanda-tanda bunyi yang kita kenal
sebagai huruf hieroglif. Dalam bidang matematika orang Mesir telah mengenal
bilangan phi untuk menghitung luas suatu lingkaran. Mereka membagi hari menjadi
dua bagian yaitu siang dan malam yang masing-masing dibagi menjadi dua belas
jam. Terdapatnya pula peninggalan jam matahari yang didasarkan atas panjang
bayang-bayang tongkat.
Dari negeri Cina ada dua hal yang menarik yaitu tulisannya
yang didasarkan atas gambar-gambar. Dan juga tentang mesin hitung
berupa abacus yang mungkin merupakan kalkulator tertua di
dunia yang ternyata masih digunakan sampai saat ini. Dari kenyataan-kenyataan
tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pada 1500 SM orang telah mampu
berpikir abstrak.
Baik orang Babilonia maupun Mesir percaya kepada adanya dewa-dewa
artinya mereka percaya ada suatu kekuatan gaib di luar jangkauan pengalaman
yang nyata. Ini berarti pikirannya telah jauh melampaui batas pengalamannya.
Pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman, pemikiran, dan kepercayaan semacam
itu kita sebut mitos.
3. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Rasional (600 SM – 200 M)
Zaman ini dikenal sebagai zaman Yunani oleh karena ajaran-ajaran
atau pola berpikir orang Yunanilah yang paling dominan pada saat itu. Ciri
perbedaan yang khas antara pola berpikir orang-orang Babilonia dengan
orang-orang Yunani adalah dalam hal menetapkan kebenaran. Orang Yunani
menggunakan rasional atau akal sehat dengan metode deduksi. Sedangkan orang
Babilonia memasukkan unsur kepercayaan di dalam mencari kebenaran.
Seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624 – 565 SM)
seorang astronom yang juga ahli di bidang matematika dan teknik. Ialah yang
pertama kali berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan sinarnya
sendiri sedangkan bulan hanya sekedar memantulkan cahayanya dari matahari.
Dialah orang pertama yang mempertanyakan asal-usul dari semua benda yang kita
lihat di alam raya ini. Ia berpendapat bahwa adanya beraneka ragam
benda-benda di alam sebenarnya merupakan gejala alam saja bahan dasarnya amat
sederhana.
Pendapat tersebut merupakan perubahan besar dari alam pikiran
manusia masa itu. Pada masa itu, orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam
benda di alam itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya. Karena kemampuan
berpikir manusia makin maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan,
misalnya berupa teropong bintang yang makin sempurna, maka mitos dengan
berbagai legendanya makin ditinggalkan orang. Mereka cenderung menggunakan akal
sehatnya atau rasionya.
Orang-orang Yunani yang patut dicatat sebagai pemberi iuran kepada
perubahan pola berpikir masa itu adalah Anaximander (610 – 547 SM) seorang
pemikir kontemporer, ia adalah murid Thales. Juga Anaximenes (585 – 528 SM),
Herakleitos (540 – 480 SM), dan Pythagoras (540 SM). Pythagoras terkenal di
bidang matematika. Salah satu temuannya yang terpakai sampai sekarang adalah
‘dalil pythagoras’ tentang segitiga siku-siku, yaitu: “Kuadrat panjang sisi
miring sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi
siku-sikunya”. Pernyataan yang lain tentang segitiga oleh pithagoras adalah
bahwa jumlah sudut suatu segitiga adalah 180o.
Yang lainnya adalah Demokritos (460 – 370 SM), Empedokles (480 –
430 SM), Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (348 – 322 SM). Aristoteles
merupakan pemikir terbesar pada zamannya. Ia membukukan intisari dari ajaran
orang-orang sebelumnya. Ia membuang hal-hal yang tidak masuk diakalnya dan
menambahkan pendapat-pendapatnya sendiri. Ajaran Aristoteles yang
penting adalah suatu pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan
logika.
Orang besar 450 tahun setelah Aristoteles adalah Ptolomeus (127 –
151 SM). Pendapatnya yang patut dicatat ialah bahwa bumi adalah pusat jagat
raya, berbentuk bulat, diam, setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang
menempel pada langit dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet
beredar melalui garis edarnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.
Bila kita renungkan pola berpikir bangsa Yunani, lalu kita bandingkan
dengan pola berpikir orang Babilonia, maka nampak ada perubahan yang mendasar
yaitu mulai terpisahnya ‘kepercayaan’ dari ‘ilmu pengetahuan’. Bangsa Yunani
bukan tidak percaya pada adanya dewa-dewa tetapi mereka tidak mencampuradukkan
dalam khasanah pengetahuan yang mereka sebut ‘philosophia’ itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar